01 March 2014

Dimana Kasih Sayang Untuk Ku



Kehidupan selalu berjalan tanpa hentinya. Itulah kalimat yang membebani pikiran Najwa saat ini. Najwa adalah pelajar tingakatan 4, dia bersekolah di SMK di Negeri  J .Najwa ialah gadis yang sangat rajin, dia selalu mendapat kedudukan no 1 di kelas nya. Tetapi, dia tidak mendapat kasih sayang yang penuh dari kedua orangtua nya. Dia selalu merasa sedih ketika ia berada di rumah, kerana  Najwa  selalu dibeza-bezakan dengan  adik beradik dan orang lain.

Seperti malam-malam sebelum nya, malam ini Najwa belajar di dalam biliknya seorang diri. Pada saat dia sedang belajar ia mendengar suara dari luar, lebih tepat nya dari ibu nya “hallo, lagi apa nak?”. Seperti itu lah suara yang selalu Najwa dengar dan membuat nya merasa sedih. Orangtua nya selalu menelepon kakaknya setiap malam, Najwa hanya mampu  menahan kesedihannya seorang diri. Baginya, semakin ia dewasa semakin berkurang pula kasih sayang yang ia dapat dari kedua orangtua nya.

Kesabaran adalah kunci agar ia dapat menjalani hidupnya dengan mudah. Setelah mendengar suara dari luar tadi, Najwa tidak melanjutkan belajarnya. Ia berjalan menuju almari bukunya dan mengambil diary kecil miliknya. Ia mulai menulis kata demi kata dalam Diarynya.

*on 12 Desember 2012*
 Dear Diary..

Aku letih dengan semua ini. Aku lelah dengan hidup ini. Kenapa aku selalu mendapat kesedihan?? Apakan tuhan tidak sayang kepadaku?? Aku ingin merasakan kebahagiaan seperti teman-temanku yang lain. Aku ingin bebas seperti yang lain. Aku perlu kasih sayang dari kedua orangtua ku. Tuhan, apakah aku tidak boleh mendapat kebahagiaan seperti yang lain??

Aku ingin sekali mendapat kebahagian dan aku ingin mendapat kasih sayang dari orangtua ku ...tuhan. Kalau aku seperti ini, kenapa dulu aku dilahirkan ke dunia yang suram ini?? Kenapa tidak sejak lahir aku mati saja?? Aku lelah, aku letih, dan aku bosan dengan semua ini...tuhan. Beri aku sedikit saja kebahagiaan. Aku ingin bahagia... tuhan. Tolong bantu aku untuk menyedarkan orangtua ku... tuhan, bantu mereka agar tidak membezakan aku dengan orang lain dan agar aku dapat merasakan kasih sayang dari mereka..tuhan. Tolong kabulkan permintaan ku tuhan. Amin.

Itulah isi dari Diary yang telah Najwa tulis. Ia merasa sangat sedih, ia ingin bahagia seperti orang lain.
Pagi ini sangat tidak bersahabat seperti lazimnya . Kenapa sepagi ini harus turun hujan? Itulah yang sedang Najwa pikirkan. Sebelum berangkat sekolah, ia menuju ke meja makan untuk sarapan. Setelah ia sarapan, ia minta diri  dari  orangtua nya dan berangkat ke sekolah menggunakan motorsikal. “kenapa harus hujan nie, kenapa jalan nie tidak begitu jelas pemandangannya”. Ketika Najwa sedang focus menunggang motorsikalnya  menuju ke sekolah, tiba-tiba sebuah  kereta  telah melanggarnya, hingga membuatnya tak sedarkan diri.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya doktor yang memeriksa Najwa keluar. Doktor itu tidak berbicara apa-apa, dia hanya diam sambil memandang kedua orangtua Najwa. Kerana  merasa binggung dengan pandangan doktor, ayah Najwa bertanya kepada doktor itu . “Doktor, bagaimana keadaan anak saya?? Anak saya baik-baik saja kan doktor?”, doktor itu hanya diam, ia tidak menjawab pertanyaan dari ayah Najwa. Kerana  merasa binggung Ibu nya pula  bertanya “doktor, anak saya baik-baik saja kan doktor?? Jawab doktor ??”, Doktor  itu menarik nafas panjang, lalu berkata “maaf, saya sudah berusaha sedaya upaya  yang mungkin, tapi tuhan berkehendak lain”. Setelah mendengar bahwa anak nya telah tiada, kedua orangtua Najwa menangis.

Nasi telah menjadi bubur. Semua nya telah terjadi, kini Najwa telah tiada. Kedua orangtua nya benar-benar merasa kehilangan putri tercintanya. Setelah pengkemubian  Najwa selesai, orangtua Najwa masuk ke dalam bilik  putri nya dan mengambil Diary milik Najwa. Mereka membaca Diary itu dengan menangis. Mereka menyesal kerana  saat Najwa  masih ada, mereka tidak memberi kasih sayang yang penuh untuk Najwa. Mereka menyesal, tapi  tidak mampu  dikata, nasi telah menjadi bubur, kini Njawa telah tiada.


*Selesai*

No comments:

Post a Comment